Heeem ini aku mo berbangi sedikit tentang sejarah Sindangkasih, niat utamanya sih buat nyombong-nyombongin sejarah Desa sendiri dariapada tar ilang dimakan zaman lebih baik aku posting deh syukur-syukur kalo bakalan banyak yang baca, eh iya satu lagi ini khusus aku postingin buat teman-teman yang butuh dan yang pengen tau soalnya dari dulu aku nyari-nyari sejarah ini buat tugas susah banget heheh jadi sedikit curhat deh.
Daaaaan okeh langsung saja ini dia sejarahnya. . . . . . . .
SEJARAH SINGKAT DESA SINDANGKASIH
Alkisah diceritakan, bahwa kira-kira pada abad ke 15 Masehi
berdirilah suatu kerajaan Hindu yangi biasa disebut SINDANGKASIH (kini hanya sebuah
desa terlatak di sebelah tenggara ibu kota Majalengka jarak 3 Km di luar kota).
Kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu cantik molek dan
sangat sakti serta fanatik terhadap agama yang dipeluknya. Dari mana asalnya
ratu itu tidak diceritakan. Namanya ialah RATU NYI RAMBUTKASIH (setegah orang
mengatakan NYI AMBET KASIH). Berkat pemimpin ratu yang bijaksana dan sakti itu,
maka kerajaan Sindangkasih menjadi suatu daerah yang aman-makmur, gemah-ripah
loh-jinawi, tata-tentrem kertaraharja.
Rakyatnya hidup tentram damai dan aman sentosa, “rea ketan
rea keton”. Demikian sejahtera dan bahagianya sehingga Sidangkasih dapat gelar
Sugih Mukti yang berarti “karya serta Bahagia”.
Pengidupan rakyatnya sendiri dari bercocok tanam, terutama
padi, sedang pakaiannya menenun sendiri dari hasil kapas tanamannya. Di
lembah-lembah sungai subur ditanami tebu yang dibuat gula merah disamping gula dari
pohon aren. Sebagian daerahnya terdiri dari hutan rimba yang membujur ke arah
utara dan selatan. Konon kabarnya dalam hutan itu bukan pohon kayu jati yang
banyak, akan tetapi penuh dengan pohon maja. Batangnya lurus-lurus dan
tinggi-tinggi, tetapi daunnya kecil-kecil dan pahit mempunyai khasiat untuk
mengobati penyakit demam. Buahnya mirip buah “Kawista”, tetapi kulitnya agak
lunak, isinya kalu serasa dengan ubi jalar jenis “nikrum” yang dibakar
(“dibubuy” Sunda).
Sementara itu antara 1552 – 1570 Cirebon telah diperintah
oleh seorang Guru Besar Islam yaitu wali bernama SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN
GUNUNG JATI. Konon Cirebon pernah terserang penyakit demam yang sangat hebat
dan banyak korban. Sunan Gunung Jati karena seorang Wali yang agung selalu waspada,
telah mengutus puteranya yang bernama PANGERAN MUHAMMAD untuk pergi mencari
pohon maja ke daerah Sindangkasih guna ramuan obat penyembuh bagi rakyatnya,
sekaligus dalam rangka tugas menyebarkan agama Islam.
Pangeran Muhammad berangkat menuju Sindangkasih disertai
isterinya bernama NYI SITI ARMILAH yang berasal dari Demak/Mataram yang
diserahi pula tugas untuk membantu suaminya dan ikut menyebarkan agama Islam.
Nyi Rambutkasih sebagai ratu Sindangkasih yang “waspada
permana tingal” telah mengetahui akan kedatangan utusan Sunan Gunung Jati itu.
Hatinya tidak ikhlas daerahnya diinjak oleh orang lain yang
memeluk agama Islam. Konon kabarnya sebelum Pangeran Muhammad bertemu dengan
Ratu Sindangkasih, hutan Sindangkasih yang asal mulanya penuh dengan pohon maja
itu, telah “dicipta” berganti rupa, beralih menjadi raya yang sangat lebat
tanpa sebatang pun masih tumbuh pohon maja yang berkhasiat itu.
Pangeran Muhammad beserta isterinya alangkah kecewa dan
terkejutnya demi diketahuinya ketika tiba di Sindangkasih itu, pohon maja yang
diperlukannya sudah tidak ada lagi. Maka pada saat itu dari Pangeran Muhammad
keluarlah ucapan “Maja Langka” (bahasa jawa) artinya “Maja tidak ada”.
Dengan peristiwa itu, Pangeran Muhammad sangat perihatin dan
berniat akan kembali ke Cirebon, sebelum maksudnya berhasil. Untuk itu Pangeran
Muhammad pergi bertapa di kaki gunung sampai wafatnya, dan gunung itu kini
bernama “Margatapa”.
Sebelum pergi bertapa, Pangeran Muhammad memberi amanat
kepada isterinya (Nyi Siti Armilah), untuk terus berusaha menemukan pohon maja
itu dan berusaha menaklukan Nyi Rambutkasih agar memeluk agama Islam.
Pada suatu ketika Nyi Siti Armilah, dapat bertemu dengan Nyi
Rambutkasih, suatu pertemuan antara seorang pemeluk dan penyebar agama Islam
dengan seorang pemeluk dan fanatik terhadap agama Hindu.
Nyi Rambutkasih tidak dapat menerima ajakan dan ajaran Nyi
Siti Armilah untuk memeluk agama Islam. Nyi Siti Armilah berusaha keras untuk
menginsafkan Nyi Rambutkasih sampai-sampai pada kalimat:
“Manusia itu pasti mati, kembali ke alam baqa, hidup di
dunia ini ada batasnya”.
Nyi Rambutkasih dengan tegas membalas: “Aku seorang Ratu
pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan baik, sebaliknya aku adalah Ratu
yang tak pernah ragu-ragu untuk menghukum rakyatnya yang bertindak curang dan
buruk. Dan karena itu aku tak akan mati dan tidak mau mati”.
“jika demikian halnya” jawaban Nyi Siti Armilah, “makhluk
apakah gerangan namanya, yang tidak akan mati dan tidak mau mati ?”.
bersama dengan ucapan Nyi Siti Armilah ini, lenyaplah “diri
(jasad) Nyi Rambutkasih Ratu Sindangkasih itu dari dunia fana ini tanpa
meninggalkan bekas kuburannya (“ngahiang” Sunda).
Orang sekarang hanya mendapatkan beberapa “patilasan”
bekas-bekas Nyi Rambutkasih semasa memerintah yang sampai sekarang masih dianggap
“angker” seperti sumur “Sindangkasih”, sumur “Sunjaya”, sumur “Ciasih” dan
batu-batu bekas bertapa yang terdapat dalam kota dan sekitarnya.
Nyi Siti Armilah selanjutnya terus menetap di Kerajaan
Sindangkasih ini menyebarkan agama Islam sampai wafat dan jenzahnya dimakamkan
dipinggir kali Citangkurak, dimana tumbuh pohon “BADORI” sesuai dengan
amanatnya, dimana konon ditegaskan, bahwa dekat kuburannya itu dikemudian hari
akan menjadi tempat tinggal Penguasa yang memerintah Majalengka, yang mengatur
pemerintahan daerah maja yang langka itu.
Demikian makam Nyi Siti Armilah terletak dibelakang gedung
Kabupaten Majalengka yang sekarang dan orang sering menamakan Embah Gendeng
Badori.
Setelah peristiwa Nyi Rambutkasih “ngahiang” itu, maka
banyak penyebar-penyebar agama Islam dari Daerah Cirebon dan Mataram datang ke
daerah Kerajaan Sindangkasih yang telah berganti nama jadi Majalengka itu.
Yang terpenting diantaranya ialah: Embah Haji Salamodin,
berasal dari Mataram yang diutus oleh Sunan Gunung Jati supaya menyebarkan
agama Islam dan mendirikan Pesantren. Tempatnya di Babakanjawa dan dimakamkan
di sini, Putera Sultan Agung, berasal dari Mataram salah seorang murid Sunan
Gunung Jati yang mendapat gelar Dalem Panungtun/Panungtung, karena pada ketika
itu berakhirlah riwayat Budha di Majalengka, dan karena beliaulah yang
menuntunnya ke ajaran agama Islam. Dimakamkan di Girilawungan, Embah
Wiranggalaksana, berasal dari Tubang dimakamkan di Samojaopat,
Majalengka-kulon.
Ceritera “ngahiangnya” Nyi Rambutkasih ini demikian
mendalamnya sehingga merupakan “legenda” bagi rakyat asli Majalengka, dan
terhadap kesaktiannya seta “masih adanya” itu merupakan suatu mythos, suatu
kepercayaan yang masih melekat dengan kuatnya.
Hal ini disebabkan karena sering terjadinya ada orang-orang
yang “kawenehan” yaitu bertemu dengan mendadak tanpa diketahui lebih dahulu
dari mana datangnya dan tidak mengenal sebelumnya dengan ujud seorang Wanita di
malam hari yang menamakan dirinya Nyi Rambutkasih. Adakalanya orang-orang
menjadi kesasar atau gila, atau sakit dan sebagainya. Yang menurut kepercayaan
karena diganggu oleh roh Nyi Rambutkasih itu.
Dibalik itu, rakyat Majalengka mempunyai kepercayaan yang
amat kuat, bahwa selama Nyi Rambutkasih “ngageugeuh” Majalengka, dan
orang-orangnya tetap berlaku baik dan jujur maka Sindangkasih Sugih Mukti itu
pasti akan teralami pula pada waktu-waktu yang mendatang. Kebalikannya jika
tidak, maka Nyi Rambutkasih akan murka dan akan menimbulkan malapetaka.
Wallohu, alam bisawab.
3 komentar:
Sangat berterima kasih. Karena saya diberikan nama Kasih, dan saya diharuskan mencari tau arti nama Kasih oleh ayah(alm) saya yang bernama Jaganathan dan abang saya Rabindra Nathan. Dan saya sendiri Kasih Nathan. Semoga kisah sejarah ini bermanfaat untuk penduduk setempat khususnya dan Indonesia pada umumnya, dan penulis serta pembaca diberikan kebaikan dalam jiwa dan raga. Amin
Yona orang majalengka juga? Orang sindangkasihnya juga? Aku juga tinggal di situ lohhh, kebetulan lg nyari tugas buat bahasa indonesia, ga sengaja nemu blog ini, membantu banget, makasih ya
Kalo tidak salah p,baca di buku sejarah Sunda bahwa putri ambet kasih itu istri pertama nya Prabu Siliwangi , dan masih Kaka sepupu dari prabu Siliwangi
Posting Komentar